Rabu, 23 Januari 2013



Perserikatan Sepakbola Sleman (PSS) lahir pada Kamis Kliwon tanggal 20 Mei 1976 semasa periode kepemimpinan Bupati Drs. KRT. Suyoto Projosuyoto. Lima tokoh yang membidani kelahiran PSS adalah: Suryo Saryono, Sugiarto SY, Subardi, Sudarsono KH, dan Hartadi. Lahirnya PSS dilatarbelakangi bahwa pada waktu itu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) baru ada 2 perserikatan yaitu PSIM Yogyakarta dan Persiba Bantul. Meskipun klub-klup sepakbola di kabupaten Sleman telah ada dan tumbuh, tetapi belum terorganisir dengan baik karena di Kabupaten Sleman belum ada perserikatan. Hal ini berdampak terhadap kelancaran klub-klub sepak bola di Kabupaten Sleman dalam mengadakan kompetisi sehingga banyak pemain Sleman yang bergabung ke klub-klub sepak bola di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

Keinginan masyarakat yang kuat di Kabupaten Sleman untuk memilki perserikatan klub sepak bola akhirnya mulai terwujud dengan adanya informasi yang disampaikan oleh Komda PSSI DIY pada waktu itu (Prof. Dr. Sardjono) yang menyatakan bahwa syarat untuk membentuk perserikatan sepak bola minimal harus ada 5 (lima) klub. Di Kabupaten Sleman pada waktu itu sudah ada 5 (lima) klub yaitu PS Mlati, AMS Seyegan, PSK Kalasan, Godean Putra dan PSKS Sleman. Akhirnya, tepat pada tanggal 20 Mei 1976, PSS dibentuk dengan Ketua Umum Gafar Anwar (Seorang Polisi). Setelah Gafar Anwar meninggal, posisi Ketua Umum PSS digantikan Oleh Drs. Suyadi sampai dengan 1983. Periode 1983-1985, PSS dipimpin oleh Drs. R. Subardi Pd (Drs. KRT. Sosro Hadiningrat). Periode 1986-1989, PSS dipimpin oleh Letkol Infanteri Suhartono. Karena ada perubahan masa bakti/periodisasi dalam memimpin klub perserikatan yang dilakukan oleh PSSI menjadi 4 tahunan maka ditengah perjalanan periode Letkol Infanteri Suhartono tepatnya tahun 1987, Letkol Infanteri Suhartono masih dipilih lagi sebagai Ketua Umum PSS untuk masa jabatan 1987-1991. Kemudian pada periode 1991-1995, PSS dipimpin oleh H. RM. Tirun Marwito, SH.


Mulai periode 1996-2000, PSS dipimpin langsung iloh Bupati, pada waktu itu Drs. H Arifin Ilyas. Selanjutnya tahun 2000-2004, PSS dipimpin oleh Bupati Drs. Ibnu Subiyanto, Akt. Jabatan Drs. Ibnu Subiyanto, Akt dalam memimpin PSS yang berarkhir pada tahun 2004 diperpanjang mulai 2005, banyak nama yang membesarkan PSS, diantaranya: Sudarsono KH, Sukidi Cakrasuwignyo, Suparlan, Arifin Ilyas, Ibnu Subiyanto.


Tiga tahun setelah PSS dibentuk, PSS mulai mengikuti kompetisi Divisi II PSSI pada tahun 1979. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang pada waktu itu memiliki 5 (lima) perserikatan langsung masuk divisi IIA bersama dengan perserikatan-perserikatan di Propinsi Jawa Tengah (menjadi satu rayon) sehingga perserikatan manapun yang lolos di DIY harus bergabung dulu dengan Propinsi Jawa Tengah. Pada waktu itu, PSS selalu mengikuti kompetisi Divisi II PSSI tahun 1979-1996 sampai kemudian PSS promosi ke kompetisi Divisi I PSSI pada kompetisi 1995/1996 dengan pelatih Suwarno. Selama berada di Divisi II PSS tidak pernah mendapatkan sumber pendanaan dari Pemerintah Kabupaten Sleman. Sumber pendanaan PSS pada waktu itu berasal dari kontribusi pribadi masyarakat Sleman yang gila bola. PSS promosi ke Divisi I PSSI setelah lolos melalui prtandingan play off di Stadion Tridadi pada tanggal 4-9 Juli 1996. Kemudian PSS mengikuti kompetisi Divisi I PSSI selama 4 tahun mulai musim kompetisi 1996/1997 sampai musim kompetisi 1999/2000.


PSS memulai perjuangan dalam kompetisi Divis II PSSI pada rahun 1979 dengan lawan tim-tim sepak bola yaitu Persiba Bantul, Persig Gunung Kidul, dan Persikup Kulon Progo untuk tim yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dalam babak penyisihan tersebut PSS menjadi juara. Setelah lolos babak penyisihan PSS bersama tim-tim perserikatan sepak bola dari Propinsi Jawa Tengah yang lolos babak penyisihan seperti PSIR Rembang, Persijap Jepara, dan Persibat Batang melakukan kompetisi dengan hasil PSS selalu gagal maju ke babak ketiga atau babak tingkat nasional.


Tahun 1996, PSS meraih juara kompetisi Divisi II PSSI untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah bertanding dengan tim-tim dari yang lolos penyisihan dari Propinsi Jawa Tengah, PSS berhasil lolos bakak ketiga dan berhasil promosi ke Divisi I pada kompetisi tahun 1996/1997 setelah lolos pada pertandingan play off melawan Persiss Sorong, Aceh Putera dan Persipal Palu.


Tahun 2000 adalah tahun berakhirnya masa jabatan Bupati Drs. H. Arifin Ilyas dan sebagai bupati ingin meninggalkan kesan yang terbaik, sehingga termotivasi kuat untuk mengantarkan PSS masuk Divisi Utama PSSI. Akhirnya, pada kompetisi tahun 1999/2000, dalam situasi krisi moneter PSS berhasil promosi ke Divisi Utama PSSI setelah PSS bersama-sama dengan Persita, Persikabo dan Persijap melakukan pertandingan 4 besar di Stadion Tangerang dan PSS menjadi Juara II Kompetisi Divisi I PSSI. Pertandingan 4 besar tersebut berlangsung 26-30 Mei 2000. Dan sebagai Manager PSS adalah H. Sukidi Cakrasuwignyo dengan pelatih Drs. Bambang Nurjoko dan Drs. Herwin Sjahrudin. 

PRESTASI PSS SLEMAN 

LIGA
* 1979 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY
* 1980 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY
* 1981 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1982 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1983 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1984 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1985 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1986 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1987 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1988 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1989 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1990 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1991 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1992 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1993 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1994/1995 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II DIY peringkat 1
* 1995/1996 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI II NASIONAL peringkat 2
* 1996/1997 KOMPETISI PERSERIKATAN DIVISI I peringkat 3
* 1997/1998 KOMPETISI DIHENTIKAN
* 1998/1999 LIGA INDONESIA DIVISI I peringkat 4
* 1999/2000 LIGA INDONESIA DIVISI I peringkat 2 (promosi ke DIVISI UTAMA)
* 2001 LIGA INDONESIA MANDIRI VII DIVISI UTAMA wil. Timur peringkat 9
* 2002 LIGA INDONESIA MANDIRI VIII DIVISI UTAMA wil. Timur peringkat 7
* 2003 LIGA INDONESIA MANDIRI IX DIVISI UTAMA wil. Timur peringkat 4
* 2004 LIGA INDONESIA MANDIRI X DIVISI UTAMA wil. Timur peringkat 4
* 2005 LIGA INDONESIA DJARUM XI DIVISI UTAMA wil. Barat peringkat 7
* 2006 LIGA INDONESIA DJARUM XII DIVISI UTAMA wil. Timur peringkat 13
(PSS berhenti bertanding karena gempa DIY)
* 2007 LIGA INDONESIA DJARUM XIII DIVISI UTAMA wil. Barat peringkat 12
* 2008 Liga Esia Divisi Utama 2008 Wilayah Timur peringkat 8
* 2009 Liga Joss 2009/ 2010 Grup 3 peringkat 10
* 2010 Liga Tiphone 2010/2011 Grup Timur peringkat 10 
sejarah supporter PSS
 
  ini bagian pertama dari tiga artikel tentang klutur Ultras di persepakbolaan Italia. Bagian pertama ini akan lebih banyak mengulas pengertian dan nilai-nilai Ultras serta kehadiran mereka di Italia. Bagian kedua, “Ultras, Kekerasan dan Rasisme” akan saya unggah beberapa hari lagi, dan bagian ketiga, “Irriducibili Tak Pernah Mati” akan secara khusus mengulas lahir, berkembang dan bubarnya kelompok Ultras paling fenomenal di Italia, Irriducibili Lazio. Meskipun demikian, masing-masing artikel dapat dibaca secara mandiri.
 
Sebelumnya, pendukung suatu klub bersifat individualis, sendiri-sendiri atau dalam kelompok kecil. Mereka mungkin saja patriotis di stadion, tetapi identifikasi dan simbolisasi diri pendukung terhadap klub berhenti begitu laga usai dan lampu stadion dipadamkan. Mereka bersifat anonim dan sama sekali bukan merupakan bagian spiritual dari klub.

Kata Ultras dimaknai sebagai lebih, sangat, luar biasa atau ekstrem. Dalam sepakbola Ultras mengacu kepada kelompok pendukung atau fans yang terorganisasi, memiliki kode berperilaku yang bersifat komunal, cenderung eksklusif serta memiliki identitas yang kuat serta loyalitas tak terbatas kepada tim sepakbola yang didukungnya. Ultras lebih daripada sekedar hadir di stadion dan memberi dukungan, ultras adalah sebuah totalitas mental, sikap dan perbuatan dalam mendukung klub, di dalam dan di luar stadion, saat ada dalam kelompok dan saat sendiri, saat menang dan saat kalah, saat klub di puncak kejayaan dan saat klub di nadir keterpurukan. Maka, empat nilai penting pada Ultras adalah kehormatan, totalitas, loyalitas dan solidaritas.

Cikal Bakal Ultras
Kelompok Ultras pertama di dunia terbentuk justru bukan untuk mendukung sebuah klub, melainkan untuk mendukung tim nasional. Torcida Organizada terbentuk di Brasil tahun 1939 untuk mendukung timnas mereka. Perang Dunia Kedua yang melanda Eropa membuat gagasan Ultras ini sedikit terlambat berkembang ke benua biru. Barulah pada 1950 Ultras pertama Eropa lahir di Yugoslavia, ketika pendukung klub Hajduk Split membentuk Torcida Split.

Hanya butuh waktu satu tahun, gagasan Ultras ini masuk ke Italia. Tahun 1951 lahirlah Ultras pertama di Italia, Fedelissimi Granata yang mendukung klub Torino. Fenomena Ultras ini makin meluas di Italia. Maka bermunculanlah kelompok Ultras seperti Fossa dei Leoni (Milan, 1968), Boys LFN (Internazionale, 1968), Ultras Sampdoria (Sampdoria, 1969) Commandos Monteverde Lazio/CML (Lazio, 1971), Yellow-blue Brigade (Hellas Verona, 1971), Viola Club Viesseux (Fiorentina, 1971), Ultras Napoli (Napoli, 1972), Griffin Den (Genoa, 1973), For Ever Ultras (Bologna, 1975), Black and Blue Brigade (Atalanta, 1976), Fossa dei Campioni dan Panthers (Juventus, 1976), dan Commando Ultra Curva Sud/CUCS (Roma, 1977).

Modus operandi terbentuknya kelompok-kelompok ini beraneka-ragam. Menggabungkan kelompok-kelompok kecil yang sudah ada sebelumnya, dari sosialisasi di cafe atau bar, kelompok di sekolah atau kampus, komunitas suatu area geografis tertentu, partai politik dan sebagainya. Usia mereka saat terbentuknya kelompok ini biasanya berkisar antara 15-25 tahun.

Kelompok-kelompok pertama yang terbentuk di atas biasanya tidak bertahan lama. Kelompok baru dari klub yang sama bermunculan, bersaing dan menyisihkan yang sebelumnya. Atau, beberapa kelompok melakukan merger. Dipenjarakannya tokoh-tokoh suatu kelompok Ultras akibat kerusuhan juga sering menjadi pemicu bubar. Hal yang paling sering terjadi adalah perpecahan dalam suatu kelompok akibat masuknya kepentingan partai politik yang memanfaatkan kekuatan Ultras, komersialisasi Ultras dalam memproduksi dan menjual merchandise, atau masuknya kelompok “swing ultras” alias para “glory hunters”. Mereka yang disebut terakhir ini adalah pendukung yang berpindah klub seiring naik-turunnya prestasi klub, sehingga melunturkan nilai-nilai Ultras itu sendiri. Fossa dei Leoni hingga kini tercatat sebagai Ultras yang paling lama bertahan (1968-2005).

Regenerasi anggota pada kelompok Ultras biasanya dilakukan secara turun-temurun dalam keluarga, dalam suatu institusi sosial-budaya seperti sekolah, kampus, klub-klub hiburan dan sebagainya. Penanaman nilai-nilai Ultras ini berlangsung sejak usia dini secara alamiah

Independensi
Nilai penting lain yang dianut Ultras adalah independensi. Nilai terakhir ini secara masif diperkenalkan oleh Irriducibili Lazio yang terbentuk tahun 1987. Penerapan independensi membatasi loyalitas Ultras hanya kepada tim atau para pemain, dan mengambil posisi independen terhadap pihak lainnya termasuk partai politik, sponsor dan terutama terhadap manajemen klub.

Setelah hadirnya Irriducibili Lazio, maka Ultras di Italia tersegregasi menjadi Ultras Keras dan Ultras Lunak. Kelompok keras akan menolak bantuan dalam bentuk apapun dari manajemen klub, mereka mandiri secara finansial, mengeluarkan uang pribadi untuk tiket dan biaya perjalanan dari kota ke kota mengikuti para pemain yang bertanding serta untuk memproduksi peraga (tifo) dalam stadion. Tak heran, fans Lazio misalnya, dapat bersikap sangat konfrontatif terhadap manajemen Lazio sendiri demi kepentingan pemain dan tim, yang diyakininya. Kelompok Ultras keras ini bersikap protektif membela pemain dan memprotes kebijakan manajemen klub saat prestasi kub melorot.

Kelompok lunak ini cenderung sejalan dengan manajemen klub dan sangat bergantung pada manajemen klub dalam hal pendanaan untuk keperluan spanduk atau bendera, penyediaan sarana gudang atau sekretariat, diskon tiket dan bahkan penyediaan sarana transportasi. Kelompok Ultras dari Juventus misalnya, sebagian besar terdiri dari keluarga dan kerabat pabrik mobil Fiat dan pemasoknya, mereka dikoordinasi dan dibiayai oleh keluarga besar Agnelli. Sementara kelompok Ultras di Internazionale memiliki hubungan finansial yang erat dengan keluarga besar Moratti. Beberapa kelompok bahkan memakai nama sang taipan minyak Italia tersebut pada nama grupnya. Kelompok Ultras lunak ini cenderung membela manajemen klub dan menyalahkan pemain atau pelatih jika prestasi klub merosot.

Apapun, Ultras lebih daripada sekedar pendukung klub. Ultras adalah jalan hidup, gaya hidup dan mentalitas. Tahun 2009 kelompok Ultras keras dari Lazio, Roma, AC Milan, Catania, Genoa dan Napoli mengadakan demonstrasi besar di kota Roma menentang penindasan atas Ultras dan pembatasan masuk stadion. Mereka mengeluarkan deklarasi bersama. Isi deklarasi ini dapat menggambarkan, bagaimana mentalitas Ultras itu sesungguhnya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar